RASIONALISME

DOWNLOAD



RASIONALISME

Karya ilmiah ini guna untuk memnuhi Ujian Akhir Semester mata kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu : Dr. Ahmad Arifi, M.Si


C:\Users\USER\Desktop\logo-uin-suka-baru-warna.jpg


Di susun oleh :
Yogi Abdul Aziz


BIMBINGAN DAN  KONSELING ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2016

BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Setelah pemikiran Renaissance sampai pada penyempurnaannya, yaitu telah tercapainya kedewasaan pemikiran, maka terdapat keseragaman mengenai sumber pengertahuan yang secara alamiah dapat di pakai manusia, yaitu akal (rasio) dan pengalaman (empiri). Karena orang mempunyai kecenderungan untuk membentuk aliran berdasarkan salah satu diantara keduanya, maka keduanya sama-sama membentuk aliran tersendiri yang paling bertentangan.
Pada bagian ini dibicarakan pemikiran pokok descates, spinoza, dan leibniz. Mereka adalah tokoh besar dalam filsafat rasionalisme. Sebelum itu, pengertian rasionalisme perlu diuraikan terlebih dahulu. Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan. Jika empirisme mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan alam mengalami objek empiris, maka rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir. Alat dalam berpikir itu ialah kaidah-kaidah logis atau kaidah–kaidah logika.
Secara umum, Rasionalisme (inggris Rasionalism, dari kata Latin = Ratio) merupakan pendekatan filosofis yang menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas dan bebas (terlepas) dari pengamatan indrawi. Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui akal yang memenuhi syarat yang dituntut oleh sifat umum, juga oleh semua pengetahuan ilmiah.

  1. Rumusan Masalah
  1. Apa Pengertian Rasionalisme
  2. Siapakah Pendiri Pertama Aliran Rasionalisme
  3. Metode Apa Saja Yang Digunakan Oleh Aliran Rasionalisme
  4. Siapa saja Pemikir Tokoh Rasionalisme

  1. Tujuan
  1. Untuk Mengetahui Pengertian Rasionalisme
  2. Untuk Mengetahui sejarah dan Pendiri Pertama Aliran Rasionalisme
  3. Untuk Mengetahui dan memperlajari Metode Yang Digunakan Oleh Aliran Rasionalisme
  4. Untuk mempermudah dalam mengetahui para tokoh aliran rasioanlisme

BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian Rasionalisme
Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (resen) adalah alat terpenting dalam memperoleh pengatahun dan mengetes pengatahuan. Jika empiresme mengatakan bahwa pengatahuan diperoleh dengan alam mengalami objek empiris, maka rasionalisme mengejarkan bahwa pengatahuan di peroleh dengan cara berfikir alat dalam berfikir itu ialah kaidah-kaidah logis atau kaidah-kaidah logika.
Dalam pengertian lain bahwa aliran filsafat merupakan ilmu yang berpandangan bahwa otoritas rasio (akal) adalah sumber dari segala pengetahuan. Dengan demikian, kriteria kebenaran berbasis pada intelektualitas. Jadi strategi pengembangan ilmu menurut paham rasionalisme adalah mengekplorasi gagasan-gagasan dengan menggunakan kemampuan intelektual manusia. Sehinggga aliran ini berpandangan bahwa tidak ada sumber kebenaran yang hakiki. Pada zaman ini yang khas bagi ilmu pengetahuan adalah penggunaan yang eksklusif daya akal budi (ratio) untuk menemukan kebenaran.
Usaha manusia untuk memberi kemandirian kepada akal sebagaimana yang telah dirintis oleh para pemikir renaisans, masih berlanjut terus sampai abad ke-17. Abad ke-17 adalah era dimulainya pemikiran-pemikiran kefilsafatan dalam artian yang sebenarnya. Semakin lama manusia semakin menaruh kepercayaan yang besar terhadap kemampuan akal, bahkan diyakini bahwa dengan kemampuan akal segala macam persoalan dapat dijelaskan, semua permasalahan dapat dipahami dan dipecahkan termasuk seluruh masalah kemanusiaan.
Keyakinan yang berlebihan terhadap kemampuan akal telah berimplikasi kepada perang terhadap mereka yang malas mempergunakan akalnya, terhadap kepercayaan yang bersifat dogmatis seperti yang terjadi pada abad pertengahan, terhadap norma-norma yang bersifat tradisi dan terhadap apa saja yang tidak masuk akal termasuk keyakinan-keyakinan dan serta semua anggapan yang tidak rasional.
Dengan kekuasaan akal tersebut, orang berharap akan lahir suatu dunia baru yang lebih sempurna, dipimpin dan dikendalikan oleh akal sehat manusia. Kepercayaan terhadap akal ini sangat jelas terlihat dalam bidang filsafat, yaitu dalam bentuk suatu keinginan untuk menyusun secara a priori suatu sistem keputusan akal yang luas dan tingkat tinggi. Corak berpikir yang sangat mendewakan kemampuan akal dalam filsafat dikenal dengan nama aliran rasionalisme
  1. Pendiri Filsafat Rasionalisme
Sejarah rasionalisme sudah tua sekali, pada zaman Thales (624-546 SM) telah menerapkan rasionalisme pada filsafatnya. Pada filsafat modern, tokoh pertama rasionalisme adalah Descarts, (1596-1650), kemudian dilanjutkan oleh beberapa tokoh lain, yaitu Baruch De Spinoza (1632-1677), Leibniz (1646-1716) dan Blaise Pascal (1632-1662). Setelah periode ini, rasionalisme dikembangkan secara sempurna oleh Hegel yang kemudian terkenal sebagai tokoh rasionalisme dalam sejarah.
Rasionalisme lahir adalah sebagai reaksi terhadap dominasi Gereja pada Abad Pertengahan Kristen di Barat. Munculnya rasionalisme ini menandai perubahan dalam sejarah filsafat, karena aliran yang dibawa Descartes ini adalah cikal bakal Zaman Modern dalam sejarah perkembangan filsafat. Kata “modern” disini hanya digunakan untuk menunjukkan suatu filsafat yang mempunyai corak yang amat berbeda, bahkan berlawanan dengan corak filsafat pada Abad Pertengahan Kristen. Corak berbeda yang dimaksud disini adalah dianutnya kembali rasionalisme seperti pada masa Yunani Kuno. Gagasan itu disertai argumen yang kuat oleh Descartes. Oleh karena itu, pemikiran Descartes sering juga disebut bercorak renaissance, yaitu kebangkitan rasionalisme seperti pada masa Yunani terulang kembali. Pengaruh keimanan Kristen yang begitu kuat pada Abad Pertengahan, telah membuat para pemikir takut mengemukakan pemikiran yang berbeda dengan tokoh Gereja. Descartes telah lama merasa tidak puas dengan perkembangan filsafat yang sangat lamban dan memakan banyak korban. Ia melihat tokoh-tokoh Gereja yang mengatasnamakan agama telah menyebabkan lambannya perkembangan itu. Ia ingin filsafat dilepaskan dari dominasi agama Kristen. Ia ingin filsafat dikembalikan pada semangat filsafat Yunani, yaitu filsafat yang berbasis pada akal.
Zaman Rasionalisme berlangsung dari pertengahan abad ke XVII sampai akhir abad ke XVIII. Pada zaman ini hal yang khas bagi ilmu pengetahuan adalah penggunaan yang eksklusif daya akal budi (rasio) untuk menemukan kebenaran. Ternyata, penggunaan akal budi yang demikian tidak sia-sia, melihat tambahan ilmu pengetahuan yang besar sekali akibat perkembangan yang pesat dari ilmu-ilmu alam. Maka tidak mengherankan bahwa pada abad-abad berikut orang-orang yang terpelajar makin percaya pada akal budi mereka sebagai sumber kebenaran tentang hidup dan dunia.
  1. Metode dalam Rasionalisme
Agar filsafat dan ilmu pengetahuan dapat diperbaharui, kita memerlukan metode yang baik, demikian pendapat Descartes (tokoh utama rasionalisme). Hal ini mengingat bahwa terjadinya kesimpangsiuran dan ketidak pastian dalam pemikiran filsafat disebabkan oleh karena tidak adanya suatu metode yang mapan, sebagai pangkal tolak yang sama bagi berdirinya suatu filsafat yang kokoh dan pasti. Ia sudah menemukan metode yang dicarinya, yaitu dengan menyangsikan segala-galanya, atau keragu-raguan.[16] Kemudian, ia menjelaskan, untuk mendapatkan hasil yang sahih dari metode yang hendak dicanangkannya, ia menjelaskan perlunya 4 hal, yaitu:
  1. Tidak menerima sesuatu pun sebagai kebenaran, kecuali bila saya melihat bahwa hal itu sungguh-sungguh jelas dan tegas, sehingga tidak ada suatu keraguan apapun yang mampu merobohkannya.
  2. Pecahkanlah setiap kesulitan atau masalah itu atau sebanyak mungkin bagian, sehingga tidak ada keraguan apapun yang mampu merobohkannya.
  3. Bimbangkanlah pikiran dengan teratur, dangan mulai dari hal yang sederhana dan mudah diketahui, kemudian secara bertahap sampaipada yang paling sulit dan kompleks.
  4. Dalam proses pencarian dan pemeriksaan hal-hal sulit, selamanya harus dibuat perhitungan-perhitungan yang sempurna serta pertimbangan-pertimbangan yang menyeluruh, sehingga kita yakin tidak ada satu pun yang diabaikan dalam penjelajahan itu. 
  1. Pemikir tokoh-tokoh rasionalisme
  1. Rene Descartes (1596-1650)
Tokoh pertama rasionalisme merupakan Descrates yang berasal dari Inggris. Ayahnya anggota parlemen Inggris. Pada tahun 1612 M Descrates pergi ke Prancis. Ia taat mengerjakan ibadah menurut ajaran agama Katholik, tetapi ia juga menganut Galileo yang pada waktu itu masih ditentang oleh tokoh-tokoh Gereja. Dari tahun 1629 M sampai tahun 1649 M ia menetap di Belanda. Dalam menentukan basis yang kuat bagi filsafat, ia meragukan (lebih dahulu) segala sesuatu yang dapat diragukan. Mula-mula ia mencoba meragukan semua yang dapat diindera, objek yang sebenarnya tidak mungkin diragukan. Oleh karena itu, Descartes berkata, “Aku yang sedang ragu itu disebabkan oleh aku berfikir. Kalau begitu aku berfikir pasti ada dan benar.”
Pada dasarnya filsafat Descartes bisa dikemukakan sebagai imbauan untuk mencari kebenaran yang menghadirkan kenyataan yang tidak  tergoyahkan, yang benar-benar tidak bisa di ragukan lagi. Adapun pandangan decrates tentang rasio yaitu sebagai berikut:
  1. Tidak menerima sesuatu sebagai benar,kecuali terbukti benar
  2. Untuk membuktikan kebenaran suatu hal,kita harus:
  1. Menghindari kesimpulan yang tergesa-gesa
  2. Menghindari dugaan terhadap suatu hal
  1. Kenyataan terbukti benar adalah “apa yang dating secara terang dan jelas pada akal budi”, sesuatu yang tak mungkin lagi dapat kita ragukan.
  1. Baruch Spinoza (1632-1677 M)
Adapun aliran rasionalisme yang ke dua yaitu bruch spinoza, yaitu bermuara dari mengucilkan diri dari agama Yahudi ia mengubah namanya menjadi Benedictus De Spinoza. Ia hidup dipinggiran kota Amsterdam. Spinoza berhasil menyusun sebuah sistem filsafat yang menyerupai ilmu ukur. Seperti halnya orang-orang Yunani, Spinoza mengatakan dalil-dalil ilmu merupakan kebenaran-kebenaran yang tidak perlu dibuktikan lagi. Artinya jika seseorang memahami makna yang dikandung oleh kata-kata yang dipergunakan dalam dalil-dalil ilmu ukur, maka ia akan memahami kebenaran dalil-dalil tersebut. Misalnya, ia kn yakin jika kita memahami makna yang dikandung oleh pernyataan “sebuah garis lurus merupakan jarak terdekat diantara dua titik”, maka kita dapat mengakui kebenaran pernyataan tersebut.
Spinoza mengikuti pemikiran Rene Descartes. Spinoza mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan kebenaran tentang sesuatu, sebagaimana pertanyaan, apa substansi dari sesuatu, bagaimana kebenaran itu bisa benar-benar yang terbenar. Spinoza menjawabnya dengan pendekatan yang juga sebelumnya dilakukan oleh Rene Descartes, yakni pendekatan deduksi matematis, yang dimulai dengan meletakkan definisi, aksioma, proposisi, kemudian barulah membuat pembuktian berdasarkan definisi, aksioma, proposisi itu.
De Spinoza memiliki cara berfikir yang sama dengan Rene Descartes, ia mengatakan bahwa kebenaran itu terpusat pada pemikiran dan keluasan. Pemikiran adalah jiwa, sedangkan keluasan adalah tubuh, yang eksistensinya berbarengan.
Adapun pandangan rasio menurut Spinoza, ada tiga taraf pengetahuan, yaitu berturut-turut: taraf persepsi indrawi atau imajinasi, taraf refleksi yang mengarah pada prinsip-prinsip dan taraf intuisi. Hanya taraf kedua dan ketigalah yang dianggap pengetahuan sejati.
Dengan ini, Spinoza menunjukkan pendiriannya sebagai seorang rasionalis. Pendiriannya dapat dijelaskan demikian, menurutnya sebuah idea berhubungan dengan ideatum atau obyek dan kesesuaian antara idea dan ideatum inilah yang disebut dengan kebenaran. Dia membedakan idea ke dalam dua macam, yaitu idea yang memiliki kebenaran intrinsik dan idea yang memiliki kebenaran ekstrinsik.
Idea yang benar secara intrinsik menurutnya memiliki sifat “memadai”, sedangkan idea yang benar secara ekstrinsik disebutnya “kurang memadai”. Misalnya, anggapan bahwa matahari adalah bola raksasa yang panas sekali pada pusat tata surya lebih “memadai” dari pada anggapan bahwa matahari adalah bola merah kecil. Memadai atau tidaknya suatu idea, tergantung dari modifikasi badan yang mengamatinya, dan modifikasi ini menyertai pula modifikasi mental. Jadi, karena kita mengamatinya dari  jauh, maka matahari tampak kecil. Teori pengetahuannya pada akhirnya menyarankan bahwa setiap idea adalah cermin proses-proses fisik dan sebaliknya setiap proses fisik adalah perwujudan idea.
  1. Leibniz (1646-1716)
Tokoh yang ketiga yaitu Leibniz lahir di Jerman, nama kengkapnya Gottfried Wilhem von Leibniz. Sama halnya Spinoza, Leibniz termasuk pengagum sekaligus pengkritik Descartes. Baginya, ia khawatir tentang kehidupan dan bagaimana menjalani hidup. Tetapi berbeda dengan Spinoza yang kesepian, ia justru termasuk orang yang kaya raya dan dipuja. Leibniz juga dikenal sebagai penemu kalkulus bersama Newton. Ia adalah ilmuan, pengacara, sejarawan, akademisi, ahli logika, ahli bahasa, dan teolog. Bagi Leibniz, filsafat adalahhobi yang berkesinambungan dan ia terlibat dalam diskusi filosofis dan melakukan korespondensi sepanjang hidupnya bersama para filsuf di zamnnya. Sayangnya, karyanya tidak bisa dinikmati banyak orang, karena setelah ia meninggal, karyanya tidak diterbitkan.  
Adapun pemikirannya yang terkenal terkait filsafat rasionalisme yaitu “monadologi”-nya, dia berpendapat bahwa banyak sekali subtansi yang terdapat di dunia ini, yang disebutnya “monad” (monos: satu, monad: satu unit). Secaraa singkat, sistem Leibniz dijelaskan dalam lima tesisnya, yaitu:
    1. Alam semesta itu sepenuhnya rasional
    2. Setiap bagian elementer alam semesta berdiri sendiri
    3. Ada harmoni yang dikehendaki Allah di antara segala hal di alam semesta ini
    4. Dunia ini secara kuantitatif dan kualitatif tidak terbatas
    5. Alam dapat dijelaskan secara mekanistis sepenuhnya.
Monad ini semacam cermin yang membayangkan kesempurnaan yang satu itu dengan caranya sendiri. Tiap-tiap pencerminan yang terbatas ini mengandung kemungkinan tidak terbatas karena dalam seluruhnya dapat diperkaya dan dipergandakan oleh sesuatu dari sesuatu yang mendahuluinya. Dalam rentetan ini ada tujuan yang terakhir, yaitu menuju yang tak terbatas sesungguhnya. Tuhan itu transendent, artinya Tuhan di luar makhluk, Tuhan merupakan dasar dari segala rentetan yag ada.

BAB III
PENUTUP
  1. Kesimpulan
Rasionalisme memiliki peran besar dalam perkembangan filsafat modern. Dimana pada Zaman Pertengahan, rasio tidak dapat dimaksimalkan karena hegemoni Gereja, bahkan banyak filosof yang mencoba mengeluarkan ide melalui rasionya dihukum mati. Munculnya Descartes dengan rasionalisme-nya dan disertai dengan ketekunannya mendalami ini, menjadi pendobrak kebekuan Gereja dan menjadi pelopor munculnya pemikir lain yang beraliran rasionalisme.
Pengetahuan menurut madzhab rasionalisme tidak secara serta merta menafikan peran indera, tetapi mendudukkan indera di bawah akal. Karena banyak kebenaran hakiki yang tidak dapat dicapai hanya dengan penginderaan. Tetapi di sini, indera menjadi alat penerima informasi yang nantinya itu akan diproses lebih jauh oleh rasio atau akal untuk mencapai sebuah kebenaran.
Berpikir rasional adalah cara berpikir dengan menyangsikan atau tidak mempercayai kebenaran suatu realitas selama tidak ada dalil logika yang tak terbantahkan dalam akal kita.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum; Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003)
Ahmad Syadali, Filsafat Umum (Bandung: CV Pustaka Setia, 1997).
Ali Maksum, Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011).
Bambang Q-Anees, Filsafat untuk Umum (Jakarta: Prenada Media, 2003).
Juhaya S. Praja, Aliran-Aliran Filsafat dan Etika, (Jakarta: Kencana, 2003).
Mohammad Adib, Filsafat Ilmu; Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dan Logika Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar: 2011).
Louis O. Kattsouff, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1996).
Syadali Ahmad,  Filsafat Umum. (Bandung: Pustaka Setia, 2004).
http://mdsutriani.wordpress.com/2012/06/23/aliran-filsafat-rasionalisme/, diunduh pada tanggal 13 Oktober 2015, Pukul 13.15 WIB.






Komentar