Keperibadian Islam Menurut Djamaluddin Ancok, Ph.D, Prof
Keperibadian Menurut Djamaluddin Ancok, Ph.D, Prof
Yogi Abdul Aziz. S.Sos.I
yogiabdulaziz@gmail.com
Mahasaiswa Pasca Sarajan
Program Studi Bimbingan dan Konseling
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Psikologi merupakan cabang ilmu pengetahuan yang
didalamnya membahas jiwa seseorang baik dari segi tingkah laku maupun
karakteristiknya. Sehingga dengan adanya ilmu pengetahuan ini kita dimudahkan
untuk mengetahui keperibadian seseorang bisa dilihat darimana ia berasal dan
dilingkungan mana ia bergaul. Dengan kedua ciri tersebut akan dengan mudah
mengetahui keperibadian seseorang. Perlu diketahui teori pesikologi berasal
dari filusuf islam, namun pada saat itu terjadi politik kekuasaan dibidang ilmu
pengetahuan sehingga yang kita kenal sekarang ini bahwa teroi psikologi berasal
dari tokoh barat.
Teori psikologi barat banyak yang mengarah pada
sekuler dan tidak ada relevansinya terhadap agama bahkan dapat menyesatkan dari
ajaran agama. Pada saat itu pula teori lahir didasarkan pada sosial di barat,
sehingga banyak terjadi ketidak sesuaian dengan teori islam khususnya di
Indonesia. Dengan seiringnya waktu para filusuf Indonesia muali mengadopsi
teroi barat dan direlevansikan dengan sosial yang ada di Indonesia.
Djamaluddin ancok sendiri mendefinisikan psikologi
islam merupakan ilmu tentang manusia yang filsafat, konsep, metodologi serta
pendekatannya didasarkan pada sumber-sumber
islam yang datanya valid. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa psikologi
islam lebih kepada pandangan tentang manusia yang tidak harus dikaitkan
pandangan teori-teori barat. Hal ini
sangat menarik untuk dikaji bahwa psiklogi barat didasarkan pada empiris
semata, sedangkan psikologi islam selain empiris didasarkan pula pedoman kitab
suci Al-Qur’an dan assunah sehingga didlamnya membawa hikmah yang luar biasa
yaitu semakin kuat terhadap agamanya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Profil
Djamaluddin Ancok
Djamaluddin Ancok, Ph.D, Prof. lahir di Bangka pada
tahun 1946 merupakan salah satu professor ilmuan psikologi di Universitas
Gajahmada Yogyakarta. Beliau meraih gelar sarjana di Industrial Psychology di Universitas Gajah Mada,
kemudian melanjutkan program doktoral sehingga menyandang gelar Ph.D pada
ilmu Psikologi Sosial di Indiana University, USA.
Beliau memiliki ketertarikan terhadap mengajar di
bidang leadership dan organisasi, sehingga beliau pernah tergabung dalam beberapa
organisasi psikologi seperti Indonesian Association
of Psychologist dan Asian Association of Psychology. Selain itu beliau
miliki banyak pengalaman menjadi professor tamu yang mengajar di banyak Negara
seperti Australia dan Swedia. adapun penghargaan yang pernah beliau raih yaitu
sebagai Rockfeller Foundation Fellowship, Best Psychology Lecturer di UGM,
serta Palme‐Linneaus Foundation, Sweden sebanyak empat kali.
Beliau juga
berperan dalam penulisan jurnal sekaligus sebagai ediotor dalam berbagai
jurnal. Kemudian selama ia berkariri beliau pernah menerbitkan delapan buah
buku yang bernuansa psikologi. Perlu diketahui juga bahwa beliau memiliki
keistimewaan tersendiri yaitu selain penulis sebagai trainer dan speaker. Hingga
saat ini beliau menyandang sebagai Faculty Member of Department of Psychology Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
B.
Kepribadian
Perspektif Psikologi Islam
Konsep atau teori kepribadian Islam
harus segera tampil untuk menjadi acuan normatif bagi umat Islam. Perilaku umat
Islam tidak sepatutnya dinilai dengan kacamata teori kepribadian Barat yang
sekuler, karena keduanya memiliki frame yang berbeda dalam melihat realita.
Perilaku yang sesuai dengan perintah agama seharusnya dinilai baik, dan apa
yang dilarang oleh agama seharusnya dinilai buruk. Agama memang menghormati
tradisi (perilaku yang ma’ruf), tetapi lebih mengutamakan tuntunan agama yang
baik (khayr).
1. Pengertian
Kepribadian menurut Djamaluddin Ancok
Menurut Prof Djamaluddin Ancok (1997) ketika
psikologi Islam menghadirkan konsep kepribadian, masalah pertama yang perlu
dipahami terlebih dahulu adalah terminologi apakah menggunakan istilah
kepribadian Islam (asy-syakhshiyyah al-IslĆ¢miyyah) atau kepribadian muslim
(syakhshiyyĆ¢t al-muslim).[1]
Pertama, kepribadian Islam memiliki arti serangkaian perilaku manusia,
baik sebagai mahluk individu maupun mahluk sosial, yang normanya diturunkan
dari ajaran Islam, bersumber dari al-Qur`an dan al-Sunnah. Dari kedua sumber
tersebut, para pakar berusaha melakukan ijtihad untuk mengungkap bentuk-bentuk
kepribadian menurut ajaran Islam, agar bentuk-bentuk itu dapat diterapkan oleh
pemeluknya. Rumusan kepribadian Islam di
sini bersifat deduktif-normatif, yang menjadi acuan bagi umat Islam untuk
berperilaku. Oleh karena sifatnya yang deduktif-normatif, maka kepribadian
Islam diyakini sebagai konsep atau teori kepribadian yang ideal, yang
’seharusnya’ dilakukan oleh pemeluk agama Islam.
Kedua, kepribadian muslim memiliki arti serangkaian perilaku
orang/umat Islam yang rumusannya digali dari penelitian perilaku kesehariannya.
Rumusan kepribadian muslim ini bersifat induktif-praktis, karena sumbernya dari
hasil penelitian terhadap perilaku keseharian orang/umat Islam.
2. Psikologi
Islam menurut Djamaluddin Ancok
Psikologi islam merupakan ilmu tentang manusia yang
filsafat, konsep, metodologi dan pendekatannya didasarkan pada sumber-sumber
formal islam. Menurut pandangan psikologi islam lebih kepada pandangan tentang
manusia yang tidak harus dikait-kaitkan dengan psikologi barat yang selalu
didasarkan pada spekulasi filosofis tentang manusia melainkan didasarkan pada
sumber otentik yaitu Al-qur’an serta sunnah Nabi.
Menurut Djamaluddin Ancok kajian psikologi islam
yaitu memperhatikan badan atau keperibadian seseorang. Karena pada dasarnya
keadaan tubuh atau ekpresi badan manusia bisa jadi merupakan cerminan atau
keperibadian jiwanya sendiri. Namun Psikologi islam sendiri dalam merumuskan
siapa manusia itu, tidak semata-mata dari perilaku yang diperlihatkan badan dan
bukan berdasarkan spekulasi tentang apa dan siapa manusia melainkan didasarkan
berdasarkan firman Allah SWT. Karena psikologi islam menyadari bahwa hanya sang
penciptanyalah yang mampu memahami dan mengurai kompleksitas itu.[2]
3. Sikap
kontra terhadap teori keperibadian psikologi islam
Lahirnya psikologi islam di Indonesia berawal dari
ketidak puasan terhadap psikologi barat. Ketidak puasan ini karena teori barat
lebih mengedepankan rasio dan empiris semata, sedangkan aspek ketuahanan
dihilangkan dengan begitu saja. Sehingga dalam memahami karakteristik
keperibadian seseorang sangat rendah dan hanya berdasarkan pada akal atau rasio
semata. Dengan demikian teroi tersebut bagi psikolog muslim merupakan kelemahan
serta kemunduran imu pengetahuan. Dapat disimpulkan bahwa psikologi islam
merupakan ilmu pengetahuan yang berbicara tentang manusia, terutama pada
keperibadian manusia yang bersifat filsafat, teori, metodologi dan pendekatan
problem dengan didasari sumber
formal islam yaitu kitab suci Alqur’an dan assunah.
Dalam merespon
psikolgi barat Djamaluddin Ancok berpandangan sebagai beriku:[3]
a.
Upaya
membangun kepribadian seseorang melalui psikologi islam tidak lepas dari adanya
krisis dalam rumusan maupun penetapan teori modern. Akan tetapi krisis itu
lebih dipandang sebagai kondisi tindakan perbaikan.
b.
Didasari
bahwa Tuhan yang paling mengerti tentang manusia yaitu melalui agamanya yang
disempurnakan melalui kitab suci alqur’an dan assunah.
c.
Menghadirkan
psikologi islam merupakan upaya untuk mewujudkan psikologi yang lebih mampu
mendudukkan manusia sebagai potensi dan perannya sebagai khalifah fil ardi. Psikologi islam dalam memahami
keperibadian seseorang didasarkan pada nas alqur’an dan assunah, kemudian adanya
teori-teori dari barat menyadarkan kita begitu perlunya dibangun psikologi yang
berwawasan agama. Disamping itu Djamaluddin Ancok menyadari bahwa psikologi
islam merupakan disiplin ilmu yang sangat muda dan konsepnya terbilang masih
sangat muda serta belum tersusun secara sistematis dengan baik, maka dari itu
konsep dasar psikologi islam wujudnya masih beragam.
d.
Psikologi
islam merupakan keharusan sejarah yang harus terbentuk, namun Djamaluddin Anck
menyerahkan sepenuhnya kepada sejarah untuk mencatat apakah disiplin ilmu
psikologi islam ini akan menajdi tonggak penting atau tertelan begitu saja oelh
arus sejarah.
4. Tugas
psikologi islam dalam memahami keperibadian seseorang
Adapun tugas
psikologi islam dalam memahami karakteristik seseorang yaitu untuk memprediksi
perilaku manusia, mengontrol, dan mengarahkan perilaku untuk mencapai
ridha-Nya. Berbeda halnya dengan teori barat yang hanya menerangkan (explantion), memprediksi (prediction), dan mengontrol (controlling) perilaku manusia.[4]
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa teori-teori islam memiliki misi besar untuk
menyelamatkan dan mengantarkan manusia ke jalan yang lurus yaitu Allah SWT.
Perlu diketahui sering kita membaca atau mendengar
dari orang ke orang ataupun media lainnya bahwa agama islam merupakan rahmatan lil alamin. Begitu juga halnya dengan
psikologi islam dalam memahamai keperibadian seseorang yaitu merupakan disiplin
ilmu yang universal, sehingga keilmuannya tidak terbatas dikalangan kamu
muslimin saja melainkan untuk seluruh umat manusia dimukan bumi ini, hal ini sebagaiman terkandung dalam
surat (Ibrahim ayat 1) yaitu :[5]
Kitab yang kami turunkan
kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya
terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha
Perkasa lagi Maha Terpuji.
5. Konsep
psikologi islam tentang keperibadian manusia
Sering kita dengar
ditelinga bahkan pernah melihatnya dalam suatu tulisan karya ilmiah seperti
salah satu buku yang membahas “APAKAH dan siapakah
manusia itu?”[6] tentunya pertanyaan tersebut sudah tidak
asing lagi bahkan selalu menarik untuk dijawab. Dalam menjawab pertanyaan
tersebut banayak para filusuf dan ilmuan membangun konsep untuk menajwabnya,
namun selalu mengandung kelemahan karena keterbatasan manusia dalam memahami
siapa diriya yang sesungguhnya. Bagaimana pandangan Alqur’an tentang manusia?
Pandangan psikologi
modern dan pandangan psikologi islam tentang keperibadian manusia, yaitu
sebagai berikut:[7]
a. Manusia
sebagai obyek : sejumlah kritik
Untuk mempermudah mengetahuinya
dibagi kedalam sub poin sebagi berikut:
1. Psikoanalisis
yang dipelopori oleh sigmun freud, aliran ini mengatakan bahwa manusia hidup
atas bekerjanya dorongan-dorongan
libido (Id) dan memandang manusia sangat
ditentukan oleh masa lalunya. Sehingga bisa ditarik kseimpulan bahwa konsep ini
sangat mungkin mengandung pesimisme yang besar pada setip upaya pengembangan
diri manusia.
2. Psiklogi
behaviorisme (aliran perilaku) yang
dipelopori oleh B.F Skinner, aliran ini memandang manusia bahwa ketika
dilahirkan tidak membawa bakat sama sekali dan manusia semata-semata melakuakn respon (tanggapan) terhadap suatu rangsangan. Pandangan teori ini akan membrikan
dampak pada aspek stimulasi lingkungan untuk mengembangkan manusia dan kurang
menghargai factor bakat atau potensi alami manusia secara keseluruhan. Padahal
secara fitrahnya manusia sangat beragam etnik, suku dan sosialnya. Pandangan
ini pula yang menentukan individu dari lingkungannya.
3. Psikologi
humanistik yang dipelopori Abraham maslow, aliran ini memiliki pandangan bahwa
manusia pada dasarnya tidak terbatas, sehingga manusia diapndang sebagai
penentu tunggal yang mampu melakukan play
God (peran Tuhan). Karena
tingginya kepercayaan terhadap manusia, maka sangat mungkin muncul sikap
memberikan terhadap perilaku apapun yang dilakukan orang lain.
Untuk memahami kondisi tersebut tentunya tugas kita
sebagai ilmuan muslim yaitu membangun konsep baru dengan sandaran[8]
yang baru tentang manusia yang didasarkan bukan pada mengobjektifitaskan
manusia, melainkan bangaimana memandang dan menempatkan manusia secara benar
dalam arti yang sesungguhnya.
BAB
III
PENUTUP
Ada dua alasan mendasar mengapa kita perlu menghadirkan
psikologi islami atau psikologi agama dalam memahami karakteristik kepribadian
seseorang. Alasan yang paling utama adalah karena islam mempunyai
pendangan-pandangan sendiri tentang manusia. Al-quran, sumber utama agama
islam, adalah kitab petunjuk, didalamnya banyak terdapat rahasia mengenai
manusia. Allah sebagai pencipta manusia, tentu tahu secara nyata dan pasti
tentang siapa manusia. Lewat Al-Quran, Allah memberitahukan rahasia-rahasia
tentang manusia. Karenanya, jika memiliki rasa keingin tauan yang
sungguh-sungguh, maka Al-Quran adalah sumber yang selayaknya dijadikan acuan
utama.
Berbeda halnya dengan teori barat yang menyandarkan hirupnya
pada empiris semata dan teorinya yang mengarahkan hanya memberikan pilihan yang
siafatnya keduniawian dan menutup adanya sifat tuhan.
[2] Djamaludin Ancok Fuat Nashori
Suroso. Psikologi Islami
Solusi Islam Atas Problem-problem Psikologi. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
1994., hlm 149.
[3] Djamaludin Ancok Fuat Nashori
Suroso. Psikologi Islami
Solusi Islam Atas Problem-problem Psikologi. hlm 144.
[4] Ibid., 150
[5] Ibid., hlm. 150.
[6] Buku novel bernuansa filsafat
yang penulisnya Jostein Gaarder dengan “judul
dunia sophie”, dalam buku ini dibahas tentang apakah, siapa dan darimanakah
manusia itu sendiri. Buku ini merupakan konsumsi pertama dikalangan akademisi
khusunya aktifis dan para filsafat sebagai jalan pintas pelajar pemula. Karena
belajar filsafat memlalui cerita atau novel sangat mudah untuk dipahami berbeda
halnya dengan teori semata yang memerlukan berulang-ulang membaca dan
memahminya.
[7] Ibid., 154-156.
[8] Sandaran atau landasan yang
dimaksudkan disini yaitu sandaran terhadap agama, karena selama ini teori baarat
selalu membangun konsep manusia dengan spekulatif yaitu merumuskan apa dan siap
manusia seslalu didasarkan pada pandangan yang sangat subyektif dan tidak
didasarkan pada pegangan yang benar-benar bisa dipercaya yaitu agama itu
sendiri.
Komentar
Posting Komentar